
Indonesia diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah. Baik dari keanekaragaman hayati sampai mineral dan migas. Misalkan seperti Jawa Barat yang memiliki potensi panas bumi mencapai 5.411 MW sebagai energi baru terbarukan. Kekayaan sumber daya alam tersebut jelas menjadi perhatian bagi negara-negara untuk dapat menguasainya.
Komoditas rempah seperti pala dan mineral seperti emas telah menjadi komoditas yang terus diperebutkan oleh negara-negara kolonial lebih dari 150 tahun. Ketika Indonesia merdeka, potensi sumber daya alam tersebut menarik perhatian negara-negara adidaya, Penemuan tambang emas Grasberg pada tahun 1936 dan berdampak secara politik maupun ekonomi. Keterlibatan perusahaan Amerika dalam sektor pertambangan di Indonesia berdampak terhadap masyarakat lokal dan pemerintah Indonesia terutama Tambang Grasberg di Papua yang dikenal sebagai cadangan emas terbesar di dunia.

Indonesia menjadi medan perebutan pengaruh antara dua negara adidaya, sehingga pada akhirnya Presiden Soekarno turun dari kepemimpinan digantikan oleh Presiden Soeharto. Kebijakan proteksionis Soekarno digantikan dengan kebijakan yang mendukung masuknya investasi asing. Selama masa transisi ekonomi nasionalistik menuju ekonomi pro-pasar, Marshall Green, Duta Besar AS untuk Indonesia, memiliki peran penting dalam menjembatani diplomasi dan promosi kebijakan tersebut. Sehingga, salah satu bentuk konkrit dari perannya adalah pengelolaan Tambang Grasberg di Papua oleh perusahaan asal Amerika Serikat, Freeport.


Pengelolaan tambang emas oleh Freeport tersebut tidak memberi dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Rasa ketidakpuasan oleh masyarakat Papua salah satunya muncul karena ketidakadilan dan kegagalan dalam distribusi kesejahteraan hasil dari ekspoitasi sumber daya alam Tanah Papua. isu kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial yang dialami masyarakat adat. Pentingnya pertanggungjawaban perusahaan dan perlindungan hak masyarakat lokal. Jika ini terus berlanjut, amarah masyarakat Papua bisa semakin besar.
Untuk perkembangan terkini, terkait dinamika geopolitik masa depan, terutama meningkatnya investasi China di sektor sumber daya alam Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa kedaulatan atas sumber daya harus dijaga untuk memastikan stabilitas ekonomi nasional dan perencanaan strategis serta kerja sama internasional untuk menghindari eksploitasi lanjutan. Selain itu, Strategi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang erat kaitannya dengan kepentingan ekonomi dan isu HAM sering mengaitkan sumber daya internasional sebagai alat negosiasi politik luar negeri. Sehingga Indonesia perlu memahami dimensi politik global dalam konteks pengelolaan sumber daya nasional.

Untuk ke depannya, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan investasi asing dengan perlindungan kepentingan nasional. Penegakan hukum dan pembagian keuntungan yang adil dalam pengelolaan sumber daya serta peran ASEAN dalam menyelesaikan sengketa perdagangan serta pentingnya diplomasi kawasan menjadi salah satu solusi penyelesaian dari kutukan sumber daya alam ini.
Pada akhirnya, Indonesia harus mengikutsertakan pendekatan sosiologis, dimensi sejarah dan budaya dalam pengelolaan sumber daya. Kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan warisan budaya dan keadilan sejarah agar pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Pentingnya pendekatan komprehensif yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, Sejarah dan budaya dalam pengelolaan sumber daya serta visi jangka panjang, kerja sama internasional, dan tata kelola yang bertanggung jawab demi kesejahteraan bangsa, mengubah adagium untuk negara yang kaya Sumber Daya Alam yaitu dari kutukan menjadi berkah, sebuah negeri yang baldatun thoyibatun wa rabbun ghafur.
Dokumentasi



