title
FGD
Apr 24, 2025
2 mins read

Prabowonomics di Era Tariff War

Bagikan

Pada 02 April 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara resmi menerapkan tarif resiprokal dengan nilai dasar 10% pada seluruh negara. Penerapan tarif biaya impor ini didasarkan pada pandangan Donald Trump yang melihat defisit impor dagang AS dengan negara-negara lain yang dinilai tidak adil dan keinginan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi serta mengurangi ketergantungan impor.

Gambar 1. Defisit Perdagangan Amerika dengan Beberapa negara. Gambar 2. Pergeseran Manufaktur Global dari Negara Maju ke China

Di luar alasan tersebut, salah satunya adalah persaingan dagang dengan Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok) yang semakin memanas akibat defisit impor yang terus-menerus terjadi.

Grafik 1. Neraca Perdagangan AS-Tiongkok

Neraca perdagangan AS dengan Indonesia selalu mengalami defisit impor dari 2017 sampai triwulan I 2025. Defisit impor tersebut menjadi faktor utama yang menyebabkan Indonesia mendapatkan nilai tarif impor sebesar 32%. Besarnya nilai tarif yang diberikan kepada Indonesia menjadi tantangan tersendiri, karena dapat menimbulkan gangguan terhadap perekonomian Indonesia seperti penurunan investasi asing, ketidakstabilan ekonomi akibat fluktuasi pasar ekspor, hingga ancaman PHK.

Grafik 2. Neraca Perdagangan AS-Indonesia

Menanggapi nilai tarif tersebut, Indonesia telah mengirimkan delegasi khusus untuk bernegosiasi. Di lain sisi, Presiden Prabowo memiliki strategi untuk menghadapi nilai tarif yang tinggi, yaitu memperluas mitra dagang Indonesia, mempercepat hilirisasi sumber daya alam, dan memperkuat daya beli dalam negeri. Strategi-strategi tersebut sebenarnya telah tertuang dalam Asta Cita atau bisa dikenal sebagai Prabowonomics. Prabowonomics, secara sederhana, mengedepankan kemandirian ekonomi. Namun, apakah Prabowonomics mampu menghadapi tarif Trump? Lebih dari 50% ekspor Indonesia untuk barang elektronik, sepatu, pakaian, dan produk laut ditujukan ke AS. Dengan nilai tarif yang besar, nilai dari barang ekspor tersebut akan semakin mahal dan dapat menurunkan permintaan ekspor. Hal ini memberi dampak buruk terhadap industri dalam negeri, karena akan memaksa pelaku industri untuk melakukan efisiensi, bahkan melakukan PHK, jika permintaan ekspor menurun.

Gambar 3. Ekspor Indonesia ke Amerika Tahun 2023 seebsar USD27,9 M

Indonesia juga masih membutuhkan impor energi (terutama minyak dan gas) dan impor kebutuhan industri pertanian (seperti kedelai dan mesin). Kebijakan tersebut dapat menurunkan angka produksi pangan yang bergantung pada impor dari AS (seperti tempe, tahu, roti) dan mengakibatkan kelangkaan energi sehingga harga energi akan meningkat.

Presiden Prabowo dengan Prabowonomicsnya yang mengedepankan kemandirian ekonomi dengan swasembada pangan, energi, dan air serta strategi-strateginya untuk menghadapi tarif impor AS dengan memperluas mitra dagang, mempercepat hilirisasi, dan memperkuat daya beli dalam negeri, merupakan langkah yang tepat untuk menghadapi perang dagang. Kemandirian ekonomi akan membuat Indonesia mengurangi ketergantungannya terhadap impor, sehingga kebijakan tarif dari AS tidak memberi pengaruh yang besar.

Pemerintah perlu memaksimalkan kemampuan ekonomi dalam negeri melalui program-program strategisnya, seperti Kopdes Merah Putih dan Makan Bergizi Gratis. Program-program tersebut perlu memastikan dapat menyerap tenaga kerja dalam negeri dan memperkuat industri nasional.

Dokumentasi

Bagikan